Sumarjono Saragih: SDM |
Lesunya harga CPO
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di industri sawit. Banyak perusahaan
menjalankan pemutusan kontrak kerja khususnya tenaga kerja di bidang perawatan kebun. Sumarjono Saragih menyebutkan
di saat harga tidak lagi menjadi primadona sebaiknya pelaku sawit memperbaiki
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk membantu peningkatan produktivitas.
“Kunci utama di
perkebunan adalah pengawasan, dan pertanyaannya itu siapa yang mengawasi
kegiatan di perkebunan,” kata Sumarjono.
Dicontohkan Sumarjono,
kegiatan pemupukan yang tidak sesuai standar akan merugikan perusahaan.
Disinilah pentingnya, kesadaran pekerja menjalankan standar operasi kerja dan
meningkatkan fungsi pengawasan sehingga produktivitas akan tercapai.
Majalah SAWIT INDONESIA
mewawancarai Sumarjono Saragih yang berkecimpung di bidang ketenagakerjaan baik
di GAPKI dan Apindo, berikut ini petikan wawancara kami:
Bagaimana masalah
ketenagakerjaan di industri sawit saat ini?
Kalau bahasa halusnya,
PHK tidak ada tetapi yang terjadi pemutusan kontrak artinya banyak pekerjaan di
kebun itu yang dialihdayakan (red-outsourcing) karena banyak sifatnya non
formal. Dengan penurunan harga dan lesunya ekonomi, pilihan yang diambil
penghematan supaya perusahaan survive. Salah satunya menghemat biaya produksi
seperti cara pemupukan dan kondisi sekarang ini perusahaan menghindari kegiatan
pemupukan karena komponen biaya sangat besar.
Pilihan kedua mengurangi
pekerjaan khususnya tenaga kerja kontrak. Memutus kontrak itu lebih sederhana.
Artinya tidak ada dampak bagi kewajiban hubungan industrial. Sedangkan, PHK
karyawan masih ada kewajiban industrial berarti harus memberi pesangon. Jadi,
langkah ini diambil perusahaan perkebunan supaya dapat survive di masa sulit
ini.
Kata kuncinya
memaksimalkan SDM yang dimiliki sekarang dan mengurangi pekerjaan yang bisa
ditunda. Selama itu tidak mengakibatkan tanaman sawit mati berarti pekerjaan
masih bisa ditunda.
Apakah sudah banyak
perusahaan sawit yang mengambil kebijakan pemutusan kontrak?
Itu sudah pasti, jumlah
perusahaan memang sulit kita ketahui tapi itu sudah menjadi keputusan bisnis
yang otomatis. Ketika cash flow terganggu berarti pelaku bisnis dapat melihat pekerjaan
apa yang bisa dikurangi sehingga bisa menyelamatkan cash flow.
Biasanya kalau pekerja
kontrak menjalankan pekerjaan apa saja?
Banyak di perawatan
biasanya cuci parit, pembersihan piringan, dan perawatan kebun yang masih bisa
ditunda. Kegiatan tadi bisa ditunda selama tidak mengganggu panen dan selama
jalan panen masih ada.
Pada umumnya, darimana
perusahaan mengambil tenaga kontrak?
Biasanya kita bekerja
sama dengan perusahaan penyedia tenaga kerja di masyarakat lokal. Berbicara
secara makro telah terjadi pengangguran dimana-mana termasuk pedesaan karena
mereka semua sudah tidak punya pekerjaan lagi akibat lesunya bisnis di pedesaan
seperti perkebunan.
Apa bedanya antara
industri sawit dengan industri manufaktur berkaitan masalah ketenagakerjaan
sekarang?
Artinya secara hubungan
industrial sebenarnya PHK itu, apapun status mereka itu sudah terjadi baik di
perkebunan maupun di industri manufaktur. Hanya di perkebunan kebetulan saja
mereka dalam status pekerja outsourcing yang kontraknya diputus.
Dalam industri biasanya
itu kombinasi karyawan tetap dan outsourcing. Di sektor perkebunan, pekerja
statusnya tetap masih bisa dipertahankan.
Dapat dikatakan
industri sawit ini masih bisa bertahan?
Iya masih bisa
bertahan, tapi tingkat ketahanannya sudah mengurangi kualitas. Pertama kualitas
perawatan. Kedua, dampak situasi perekonomian sekarang itu akan berdampak pada
produksi tahun depan karena hampir pekebun sudah mengurangi pupuk sebagai
dampak pendapatan tidak lagi mencukupi baik di petani dan di perusahaan.
Sebagai perbandingan,
harga TBS Rp 900 per kilogram sedangkan biaya pokok Rp 1000 per kilogram ini
artinya sudah tekor. Yang dipikirkan sekarang bagaimana bisa makan maka jangan
mupuk dulu. Pilihan tersebut adalah pilihan rasional karena menyelamatkan
manusia dulu baru sawitnya. Sebenarnya
secara siklus ketika tidak ada pemupukan tahun ini mengakibatkan tahun depan produksi turun.
Diharapkan harga minyak sawit bisa naik, itu hukum pasar.
Berapa jumlah tenaga
kerja kontrak yang bisa diserap secara nasional?
Kalau soal data, saya
pernah browising di internet. Data dari ditjenbun sekitar 5 juta pekerja di
industri sawit, baik itu pekerja di kantor maupun di lapangan. Kalau kita lihat
komposisi terbesarnya di kebun itu adalah karyawan yang pendidikannya di bawah
SMP itu bisa menjadi tukang panen dan karyawan perawatan. Diperkirakan dari 5
juta itu 90 persen itu adalah karyawan yang ada di perkebunan.
Yang 90 persen di sana
kalau terjadi pengurangan, biasanya pekerjaan kontrak menjadi target pertama. Dari 90 persen tadi, mungkin pekerja
kontrak 20-30 persen. Gambaran makronya seperti itu tapi data riil belum pernah
dapat.
Dari aspek lapangan
pekerjaan, berarti di dalam tahun mendatang mungkin bisa menjadi industri yang
tidak padat karya?
Itu tidak tertutup
kemungkinan ketika pemerintah gagal mengendalikan laju upah, yang kedua
pengusaha sebagai garda terdepan dalam mengedepankan SDM. Bahasa saya setelah
harga tidak menjadi primadona bagaimana industri sawit survive tinggal harapannya kepada manusianya.
Manusia yang bekerja di
perkebunan punya pengaruh membuat industri efisien. Makanya, kembali kepada kualitas SDM yang terlibat di
perkebunan. Produktivitas dalam bahasa
populernya daya saing, tanpa itu upah melaju terus. Apabila tidak diikuti daya
saing pekerja maka industri menjadi tidak efisien.
Kunci di perkebunan itu
adalah pengawasan, dan kembali siapa yang mengawasi. Komponen terbesar adalah
pemupukan, ketika pupuk tidak diawasi dengan benar berarti pupuk menjadi
sia-sia. Kedua, etika pekerjaan tidak produktif ketika pekerjaan tidak menjadi
sebagaimana mestinya berarti biaya tenaga kerja keluar secara terus menerus
tanpa ada hasil yang diberikan kepada perusahaan.
Dalam pandangan saya,
kata kuncinya tenaga kerja di perkebunan baik produktivitas dan potensi di
level supervisor. Contohnya, pekerja perawatan di kebun, untuk semprot ambil
racun dari herbisida, pestisida dari gudang dan dibuang di sungai atau
disemprotkan dengan cara yang salah berarti pemborosan material, dan juga
pemborosan tenaga kerja. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan berkualitas
mengetahui dosis tepat untuk semprot dan cara menyemprot. (Qayuum/Angap)
(Selengkapnya baca
Majalah SAWIT INDONESIA Edisi Oktober-November 2015)
0 Response to "Sumarjono Saragih: SDM, Kunci Masa Depan Industri Sawit"
Posting Komentar